Sterilnews.com - Pulau Rempang, Indonesia - Kontroversi besar melanda Pulau Rempang, ketika Pemerintah Indonesia mengklaim bahwa masyarakat setuju untuk "digeser" sebagai bagian dari proyek investasi tahap pertama, meskipun sejumlah warga terdampak menolak tegas pindah dari kampung mereka saat ini.
Menteri Investasi Bahlil Lahadiala menyatakan bahwa rencana tersebut telah disetujui oleh tokoh masyarakat saat kunjungannya ke pulau tersebut. Namun, banyak warga seperti Fauziah dari Kampung Sembulang Pasir Merah yang tidak setuju dengan relokasi atau "pergeseran" yang diusulkan pemerintah.
Fauziah dan sejumlah warga lainnya merasa tidak didengar saat mencoba menyampaikan penolakan mereka kepada Menteri Bahlil. Mereka berharap bisa berbicara secara langsung, tetapi pertemuan tersebut tampaknya hanya berlangsung singkat.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengingatkan pemerintah untuk tidak "mengeklaim sepihak" persetujuan masyarakat tanpa benar-benar mendengarkan aspirasi mereka yang terdampak. AMAN juga menunjukkan pola yang sama dalam proyek-proyek Pembangunan Strategis Nasional (PSN) lainnya di berbagai wilayah Indonesia.
Terkait pernyataan Bahlil tentang "pergeseran kampung," AMAN dan sejumlah pakar hukum menganggapnya sebagai upaya untuk mengubah kata-kata, sementara sebenarnya masyarakat "dipaksa untuk pindah." Hal ini menciptakan potensi konflik horizontal dan ketidaksetujuan yang besar.
Ombudsman RI juga menemukan potensi maladministrasi dalam rencana relokasi warga Pulau Rempang. Mereka menyebut bahwa pencadangan alokasi lahan tidak sesuai dengan ketentuan, dan penerbitan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) belum dilakukan dengan benar.
Pakar hukum tata negara Herlambang P Wiratraman menyoroti bahwa masyarakat yang terdampak PSN kehilangan banyak hak, termasuk hak kolektif dan hak milik pribadi mereka. Negara juga gagal menjamin hak hidup masyarakat dan melumpuhkan upaya pemenuhan kebutuhan dasar mereka.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan PSN dan mengkaji kemungkinan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat terkait relokasi masyarakat. Data dari Komnas HAM menunjukkan meningkatnya konflik agraria terkait PSN, menciptakan kekhawatiran atas dampaknya pada hak-hak masyarakat.
Dalam kasus Pulau Rempang, ketidaksetujuan warga yang tetap kuat menunjukkan bahwa perjuangan untuk mendengarkan aspirasi mereka dan menghormati hak-hak mereka masih akan berlanjut, sementara masyarakat terus berjuang mempertahankan tempat tinggal dan warisan mereka.